Jumat, 22 Maret 2013

Di Bulan 3, Pukul 03.43 Wib


Tanggal 24 di bulan TIGA, tahun2012. Tengah malam itu istriku sibuk wira-wiri ke kamar kecil. Seperti biasanya, aku sudah tidur malam itu, tapi sempat samar-samar melihat istriku yang tengah sibuk mondar-mandir ke lantai bawah.

Mungkin cukup melelahkan bagi istriku yang sedang hamil tua kala itu, naik turun tangga dari lantai 1 ke lantai 2,dan sebaliknya. Aku bereaksi biasa saja, dan meneruskan tidurku. Karena malam-malam sebelumnya kebiasaan istriku mondar-mandir ke kamar kecil bagiku sudah menjadi hal biasa. Makin tua usia kandungan maka akan sering buang air kecil.       

Di tengah malam itu, sebenarnya aku sedikit heran, intensitas ke kamar kecilnya malam itu sering sekali. Tapi karena istriku tidak membangunkanku, aku anggap baik-baik saja dan  tidurku lanjut terus. Hingga pada sekitar pukul 02.20 dini hari istriku membangunkanku untuk minta dibantu ke lantai bawah, "pa, aku dari tadi pipis terus, dan rasanya seperti mau pup tapi kok gak bisa di pup-kan ya pa?".

Mungkin istriku cukup lelah jalan sendiri ke lantai bawah, lalu kupapah dia menuju lantai bawah. Sesampai di lantai bawah sebelum masuk kamar kecil, istriku menuju dapur dulu untuk minum air putih (dapur ke kamar kecil jaraknya hanya 6 langkah).

Belum sempat menuangkan air di botol ke gelas, tiba-tiba dari (maaf) selangkangan istriku keluar cairan cukup banyak, putih agak kental bercampur warna merah.

Istriku panik, aku lebih panik tapi didepan istriku aku kuat-kuatkan untuk tidak menampakan kepanikan-ku (asline ndredeg). Saat itu juga, kupapah istriku ke ruang depan, aku ambil kendaraan, kupapah istriku ke dalam kendaraan, dan dengan sedikit "mencuri jalan" atau melawan arus, kutancap gas menuju rumah sakit PTPN Kaliwates yang jaraknya sekitar 5km dari rumahku.

Sesampai di rumah sakit, istriku langsung ditangani dengan cekatan oleh 2 bidan yang sedang piket, dan Alhamdulillah salah satu bidan piket itu adalah bidan andalan kami, bidan Uswatun.

Saat istriku dibawah masuk ke ruang pemeriksaan, sebelum aku mengurus adminsitrasi, aku pastikan keadaan istriku dulu. "pak, istri sampean sudah bukaan 4 ternyata, sepertinya prosesnya akan cepat, ya moga-moga saja lancar ya pak".

Setelah aku urus adminstrasi, aku bergegas menemani istriku di dalam ruang pemeriksaan. Melihat kondisi sepertinya normal-normal saja, lalu aku memberi kabar pada orang tua dan mertua.

Pukul 02.55 Wib bukaan 8, pukul TIGA lewat 43 menit, tanggal 25 bulan TIGA Alhamdulilah anak-ku lahir, Alhamdulillah sehat tidak kurang suatu apapun, Alhamdulillah diberi banyak kemudahan dan kelancaran.

Setelah kupastikan keadaan bayi dan ibunya baik-baik saja, aku keluar ruangan dan sujud syukur, lalu... menangis sejadi-jadinya dipelukan ibuku, menangis lantaran bahagia dan tidak tega mengingat istriku yang kesakitan luar biasa.

Dan kuberi nama anak lelaki-ku yang lahir di bulan TIGA itu, Al Ghofar Wirabumi.

POSTINGAN PENUH RASA SYUKUR INI UNTUK MEMERIAHKAN SYUKURAN RAME-RAME MAMA CALVIN,LITTLE DIJA,DAN ACACICU

Senin, 18 Maret 2013

Buah Naga Merah


Saat saya dan keluarga memasuki kawasan Agrowisata Rembangan disambut dengan hawa sejuk dataran tinggi, cuaca sedikit mendung dan hujan gerimis.  Sebelum masuk pos tiket, kami melewati areal peternakan sapi perah. Di beberapa titik pinggir jalan ada warga setempat berjualan susu sapi yang masih segar (baru memerah).

Tujuan utama kami ke kawasan Agrowisata Rembangan adalah membeli buah naga, banyak kawan dan para ahli gizi mengatakan bahwa kandungan gizi buah naga bagus sekali untuk balita  seusia anak saya (9 bulan), terutama buah naga jenis warna orange.
Saat sampai di tempat pusat penjualan buah naga, kami melihat-lihat dan bertanya. Ternyata jenis buah naga orange harus dipesan dulu, ” sekitar 2 bulan lagi mas baru ada, karena kalau jenis orange butuh perlakuan khusus, ini kami baru saja tanam”.  Tanpa banyak tanya tentang jenis orange saya langsung bertanya “yang ada sekarang yang warna apa mas?”.  ”Ya ini seperti yang sampean lihat, merah sama putih” sahut si mas penjual.
Akhirnya kami sekeluarga memilih membeli jenis buah naga merah dan putih. Sebelum membel, oleh penjual kami dipersilahkan untuk mencicipi (tester), dan dipersilahkan memilih besar dan kecilnya buah naga. Harga jenis buah naga merah dan putih sama, sedangkan besar dan kecilnya dimensi buah  mempengaruhi harga.  Kecil Rp.10.000, sedang Rp.12.000, besar Rp.15.000.

Tempat penjualan buah naga masih satu kawasan dengan Agrowisata Rembangan, hanya pengelolahanya saja yang berbeda.  Agrowisata Rembangan sekitar 12km ke arah utara dari pusat kota Jember, tepatnya di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa.
Selesai buah naga ditimbang dan membayar, kami sekeluarga melanjutkan naik ke areal pemandian dan resto Rembangan.  Dan di situ kami memakan sebagian buah naga,  sembari menikmati landscape cukup indah.

Can-Macanan Kadhuk

Dalam bahasa Indonesia can-macanan kadhuk artinya adalah harimau-harimauan yang terbuat dari karung goni.

Kesenian ini diperkirankan berasal dari tradisi pekerja kebun ketika mereka harus menjaga kebun dari serangan hewan liar ataupun pencuri. 

Akulturasi dari Barongsai (Tionghoa) dan Barongan (Blambangan) yang diiringi instrumen musik paduan dari Ponoragan, Mataraman, dan Madura.

Can macanan kadhuk pertama kali digunakan petani di zaman penjajahan Jepang untuk mengusir hewan seperti kera, babi hutan yang sering merusak tanaman palawija.

Seiring perkembangannya, kesenian can macanan kadhuk, akhirnya disempurnakan dengan menambah kesenian lain. Seperti jaranan, pencak silat dan tarian buk sukera dari Madura.

Kesenian ini tidak hanya menonjolkan hiburan semata. Namun di sisi lain ada pesan sosial yang terkandung di dalamnya.

Pada pertunjukan kekinian-nya, seringkali kesenian ini menggambarkan seekor harimau yang turun gunung atau keluar hutan, karena hutan yang ditinggalinya gundul sehingga harus memangsa anak-anak.

Pementasan can macanan kadhuk biasanya untuk memeriahkan acara hajatan atau perayaan hari-hari besar.

Proses pementasan kesenian Can-Macanan Kaduk ini biasanya dimulai dengan burung Garuda, Can-Macanan, atraksi anak-anak, pertunjukan bela diri tangan kosong lalu penampilan atraksi berpasangan yang diakhiri dengan pertunjukan 'Marlena'.


photo dari google
caption

Palagan Karang Kedawung





Lokasi penyerbuan oleh Belanda dengan target utama pimpinan Brigade III Damarwoelan ; Letkol Moch. Sroedji 

Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur mengadakan Wingate Action (dari daerah Blitar ke daerah Besuki) menuju jalur Lumajang - Klakah - Jember - Banyuwangi.

Wingate Action tersebut berlangsung selama 51 hari. Menempuh perjalanan panjang, dengan jarak sekitar 500 km.

Sepanjang perjalanan, Brigade Brigade III Damarwoelan Divisi I T.N.I. Jawa Timur mengalami banyak pertempuran.

Puncak pertempuran terjadi pada 8 Februari 1949 di Desa Karang Kedawueng, Kabupaten Jember.

Letkol M. Sroedji gugur di medan perang, setelah berhari-hari bertahan dari gempuran (dan kejaran) pihak Belanda.

Tampak di photo.
Ibu Sudi Astuti Sroedji (putri ke-3 Letkol Moch. Sroedji)

Arif Widhi (anak dari putra ke-1 Letkol Moch. Sroedji, Bapak Drs. H. Sucahjo Sroedji)


Letkol Moch. Sroedji

Sumber Tulisan. RZ Hakim





Mochammad Sroedji adalah putra dari pasangan Bapak H. Hasan dan ibu Hj. Amna. Sroedji dilahirkan di Bangkalan - Madura, pada 1 Februari 1915. 

Istrinya bernama Hj. Mas Roro Rukmini, yang lahir dari pasangan M. Nitisasmito dan Siti Mariyam.

Putra putri dari pasangan M. Sroedji dan Hj. Mas Roro Rukmini :

- Drs. H. Sucahjo Sroedji
- Drs. H Supomo Sroedji
- Sudi Astuti Sroedji
- Pudji Redjeki Irawati Sroedji

M.Sroedji bersekolah di Hollands Indische School atau lebih dikenal dengan HIS. Kemudian menimba ilmu di Ambacts Leergang.

Ambacts Leergang itu semacam sekolah pertukangan. Pemerintah Belanda sengaja mendirikan sekolah-sekolah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

Sesudah menjalani masa pendidikan formal, pada tahun 1938 sampai tahun 1943, M. Sroedji bekerja sebagai Pegawai Jawatan Kesehatan (sebagai Mantri Malaria) di RS Kreongan Jember (sekarang menjadi RS P
aru).

Minggu, 17 Maret 2013

Kesenian Ujung

Pada mulanya Ujung adalah sebuah ritual untuk memanggil hujan ketika musim kemarau. 

Dilakukan oleh dua orang atau lebih, kemudian saling membenturkan rotan, bahkan saat dalam keadan trans (seperti kesurupan), rotan dipukulkan pada bagian badan.


Ritual saling memukul rotan sebagai simbol mengusir wabah penyakit, dan mengundang hujan.


Seiring waktu, Ujung menjadi sebuah kesenian rakyat. Bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini, kesenian Ujung dijadikan sebuah kompetesi dalam perhelatan acara tahunan Kabupaten.