Selasa, 04 Juni 2013

Reblocker

Di tengah laju modernisasi, cukup banyak juga kelompok kesenian tradisional yang ternyata masih mampu mempertahankan kelestarian eksistensinya. Sore, tiga hari yang lalu ketika saya hendak merapat ke Panaongan (rumah singgah bagi para pecinta kreatifitas dan merdeka). 



Melewati daerah Cempedak Kreongan. Sampai di depan rumah Mas Hendro (pengasuh grup kesenian tradisional Patrol, Macan Kadhuk, dan Pencak) kebetulan beliau bersama beberapa kawan muda sedang sibuk membuat sesuatu. Sekilas saya melihatnya lalu berniat untuk berhenti, sebelum saya menghentikan laju motor ternyata Mas Hendro melihat saya juga lalu mbengok "hoee doon ayo mampir sik" (haii don ayo mampir dulu).


Beberapa pemuda terlihat sedang menyuwir-nyuwir tali rafia, untuk kemudian ditempelkan ke rangka tubuh Macan Kadhuk. Beberapa pemuda lagi terlihat sedang cek alat musik Patrol. Esok harinya akan tampil di acara hari lahir Pancasila.     



Reblocker, nama grup musik Patrol yang diasuh oleh Mas Hendro sejak tahun 1984. Berawal dari hobi dan motivasi untuk memberdayakan para pemuda Dusun Cempedak secara positif, lalu beliau membentuk sebuah grup musik tradisional (Patrol). 


Sedari tahun 1984 grup Patrol asuhan Mas Hendro sudah malang melintang pada acara-acara ataupun kompetisi musik tradisional, tidak hanya di Jember tapi se-wilayah Karisidenan Besuki. Dalam perjalanan-nya grup Patrol ini banyak mengalami pasang surut, baik di sisi pemain maupun pengelolahan. 


"Ndisik, nek main bayarane kesuwun. Kadang yo cukup dikei sego bungkusan karo rokok, iku wis cukup seneng rek-arek" (dulu, kalau main sering dibayar terima kasih, kadang cukup dikasih nasi bungkus dan rokok. Anak-anak dengan itu sudah cukup senang). "Nek saiki masio hobi yo aku ngelolahe profesional, nek gak ngunu yo gak iso urip don" (Kalau sekarang meskipun hobi aku megelolahnya profesional, kalau tidak begitu ya mana bisa hidup).


Seiring waktu tidak hanya Patrol yang dijadikan media berkesenian bagi warga Cempedak, ada Can-Macanan Kadhuk dan Pencak Silat. 


Setengah jam lebih berlalu, saya pamit untuk melanjutkan perjalanan ke arah Jl, Slamet Riyadi Patrang. Semoga kesenian tradisional di Jember tetap lestari.

Salam budaya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar