Minggu, 06 Januari 2013

Film Pendek (Indie) di Jember ; 1

Pergerakan film indie di Jember tidak terlepas dari pengaruh akan bangkitnya kembali konsep produksi film secara mandiri. Sekitar tahun 1997/1998 sejumlah pegiat film muda di Jakarta seperti Riri Reza, Rizal Mantovani, Mira Lesmana, berhasil memicu bangkitnya kembali semangat independen (mandiri, tidak terikat dengan pihak manapun). Kuldesak, film indie yang menjadi triger bagi pegiat-pegiat film indie di berbagai kawasan di Indonesia.  

Geliat film indie di Jember diawali sekitar tahun 1999, ketika film indie garapan mas Ilham Zoebazary dengan dibantu oleh para pegiat audio visual yang mumpuni seperti mas Didik Suharijadi, dan mas Djoko Suprianto, berhasil menjuarai Festival Film dan Video Independen yang diselenggarakan oleh Komunitas Film Independen (Konfiden) di Jakarta, disuport juga oleh sebuah media televisi swasta nasional. 

Prestasi yang mengejutkan dan menjadi kebanggan tidak saja bagi masyarakat Jember tapi juga secara nasional. Mengejutkan karena sebagian besar masyarakat Jember bahkan bagi kalangan pelaku seni di Jember pun masih awam dengan konsep film pendek yang indie, plus pandangan pesimis tentang kota kecil Jember yang kala itu dinilai tertinggal jauh dengan  kota-kota besar di Indonesia.

Setelah itu, mereka bertiga terus berkarya menghasilkan banyak film-film pendek. Terbukti prestasi dan semangat mereka berhasil memicu banyak orang di Jember khususnya para pelaku muda kesenian. 

Tahun 2000, kawan-kawan muda dari beberapa organisasi intra kesenian yang sebelumnya hanya terikat kopi alias konco ngopi dan yang pasti ada ikatan sesama insan kesenian. Ikwan, Gama, Robi, Rosi (DKK Sastra Unej), Mamok (UKM Kesenian Pusat Unej), Oyot (UKM Gudang Unmuh Jember), Sapto (Sastra Unej).  

Dengan hanya bekal semangat ndil, dibantu beberapa kawan yang berpengalaman di audio visual dan didampingi oleh mas Didik Suharijadi sembari juga kon-takon ke mas Ilham dan mas Djoko. Karena film yang kami buat bertemakan kehidupan percintaan pelajar di pedesaan, maka kami merangkul SMAN 1 Balung melalui mas Heri sebagai guru ektra kulikuler kesenian.

Kami melakukan proses shooting  "Embun Mencumbu Debu" berdurasi 45 menit. Selama 1 bulan menetap di lokasi shooting (SMAN 1 Balung). Beberapa titik shooting tidak jauh dari SMAN 1 Balung. Pembuatan film Embun Mencumbu Debu sebagai media pembelajaran bagi kami.

Tahun 2001, saya merangkul beberapa kawan teater Layar Unmuh Jember (Abad, Trias, Susi)  dan mengajak beberapa kawan DKK Sastra Unej  (Nanda, Shomad, Bebeh, Dedi Junob, Robi)  membuat film pendek berduarsi 30 menit. 'Dialog Sudut Kota', film pendek pertama saya. Tetap berkonsultasi dengan mas Didik Suharijadi, bahkan proses pasca produksinya difasilitasi oleh mas Didik Suharijadi dan dibantu oleh Rosi di proses editing.

Setelah tahun itu saya terus bereksperimen dengan film-film pendek (video art, dokumenter, fiksi, bumper, video docs) sambil terus belajar kepada kawan-kawan videomaker ataupun komunitas film yang sudah berpengalaman, dari dalam maupun luar Jember. Dengan kawan luar Jember sekaligus membangun hubungan yang saling bermanfaat. Saat itu saya hanya punya senjata, HI-8. 

Tahun 2001 keatas, ada beberapa kawan videomaker maupun komunitas film luar Jember mulai datang bersilaturahmi dan berkegiatan (screening, workshop, distribusi film). Seperti mbak Lintang dari Konfiden Jakarta, Sofie dari In-Docs Jakarta, Dimas Kine Klub Unmuh Malang, dan kawan-kawan Forum Film "Kami Jogja Kita", dan beberapa kawan lainya (saya lupa nama dan lembaganya).
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar