Sabtu, 05 Januari 2013

Jember Kota Beribu Rasa


Apa akar budaya kota Jember?

Wacana yang masih sering diperbincangkan dan diperdebatan mulai dari kalangan akademisi, aktivis kampus, peneliti sejarah, blogger, ormas tertentu, pers, hingga masyarakat awam. 

Bahkan masyarakat luar Jember yang pernah tinggal cukup lama di Jember, atau masyarakat luar Jember yang memilih berdomisili di Jember banyak juga yang ikut mewacanakan-nya.  

Itu sangat positif, menandakan bahwa Jember disayangi begitu banyak orang.  

Apapun wacananya apapun perdebatanya, bahwa yang pasti kondisi terkini di suatu daerah terbangun dari peradaban di waktu lalu, terbangun dari budaya-budaya yang masuk ke daerah itu. Kemudian secara alamiah (terjadi akulturasi budaya-budaya) yang kemudian membentuk budaya tersendiri.       

Saya melihat Jember sebagai sebuah anugerah tersendiri, tanpa perlu bingung tentang akar budayanya.    Anggap saja seperti menikmati album kompilasi musik dengan beragam genre. Ada banyak rasa, banyak ragam suara instrumen musik, banyak kesan, banyak pesan, banyak style, tentu juga banyak pilihan. 

Beragam-nya budaya-budaya yang dibawa masuk oleh para pendatang, mulai dari bahasa, seni, hingga kuliner menambah kayanya keberagaman di Jember. 

Mungkin saya agak congkak sedikit, kuliner apa sih yang tidak ada di Jember?. Nasi kabuli (Arab), roti cane (India), kebab (turki), gudeg (Jogja), coto (Makasar), nasi rendang (Padang), pempek (Palembang), pecel (Madiun), tahu kikil campur (Lamongan), nasi ayam hainan (Tiongkok), sate lilit (Bali), tape (Bondowoso), rujak soto (Banyuwangi), dan masih banyak lagi lainya.

Benar-benar banyak rasa, dan itu pilihan-pilihan yang tidak sepatutnya dilewatkan hehehe. 

Dari kuliner turun ke rasa, dari rasa memunculkan kesan, Jember kota beribu rasa.     

2 komentar:

  1. Bagi saya Jember adalah kota kenangan dengan hamparan ladang tembakaudan bunganya berwarna ungu, kebun karet dengan mangkok-mangkoknya dan kebun kopi dengan buah kopi masak berwarna merah serta nuansa religius yang tak dapat dipisahkan dari Jember dengan terdengarnya lantunan ayat-ayat al-Quran dari masjid, mushalla dan rumah penduduk yang kerap diadakan khataman Al-Quran serta lantunan shalawat para perempuan di jam'iyah muslimatan. jika Jember ditinggalkan suasana itu menyisakan kerinduan. Jember semakin komplit rasanya ketika ada rasa cinta memayungi langit Jember.. hmmm... Jemberku..

    BalasHapus